Saturday, February 17, 2007
:: Akhlak Usahawan Muslim ::
MENGHINDARI MENGGUNAKAN HARTA ORANG LAIN DENGAN CARA BATIL
Kehormatan harta seorang muslim sama dengan kehor-matan darahnya. Tidak halal harta seorang muslim untuk diambil kecuali dengan kerelaan hatinya. Di antara bentuk memakan harta orang lain dengan cara haram adalah: uang suap, penipuan, manipulasi, perjudian, najsy, menyembunyikan harga yang sebe-narnya (kamuflase harga), menimbun barang, memanfaatkan ketidaktahuan orang, penguluran pembayaran hutang oleh orang kaya, dan lain sebagainya. Masing-masing di antaranya telah dise-butkan larangannya dalam hadits-hadits shahih. Nanti akan dise-butkan rinciannya di tengah-tengah pembahasan ini, insya Allah.
Allah berfirman:
"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu." (An-Nisa: 29).
Allah melarang hamba-hambaNya yang beriman dari memakan harta sesamanya dengan cara haram, yakni dengan ber-bagai cara yang diharamkan, seperti riba, judi, suap dan berbagai aktivitas sejenis yang berbentuk manipulatif serta berbagai macam aktivitas yang menggiring kepada permusuhan dan memakan uang sesama dengan cara batil.
Allah shallallahu ‘alaihi wasallam berfirman:
"Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang batil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui." (Al-Baqarah: 188).
Ayat ini mengisyaratkan diharamkannya suap menyuap. Tidak seorang pun pantas menyangkal, karena sebenarnya ia tahu bahwa ia telah berbuat zhalim.
Di antara riwayat yang menunjukkan diharamkannya tipu menipu adalah hadits Abu Hurairah y bahwa Rasulullah a pernah lewat di hadapan setumpuk makanan. Beliau memasuk-kan tangan beliau ke dalam tumpukan makanan itu, ternyata jari-jari beliau menyentuh bagian makanan yang basah. Beliau bertanya, "Apa ini?" Pemiliknya menjawab, "Itu bekas terkena air hujan tadi malam, wahai Rasulullah." Beliau bersabda, "Kenapa kalian tidak meletakkannya di bagian atas sehingga bisa terlihat orang? Barangsiapa yang menipu, ia bukan termasuk golonganku.."
Larangan terhadap "kamuflase harga" disebutkan dalam hadits Abu Hurairah dalam ash-Shahih bahwa ia menceritakan: Rasulullah a melarang menjual dengan sistem hashat (melempar batu, seperti menjual tanah dan mengukur luasnya dengan lemparan batu) dan menjual dengan sistem kamuflase harga.
Larangan kamuflase harga merupakan kaidah besar ilmu perdagangan Islam. Banyak permasalahan besar yang tidak bisa dihitung dengan jari yang tercakup di dalamnya. Seperti menjual barang yang tidak ada, atau tidak diketahui keberadaannya, atau tidak bisa diserahterimakan, atau barang yang belum sempurna menjadi milik penjual.
Memang bisa jadi menjual sesuatu dengan menggunakan sebagian sistem kamuflase harga ini karena kebutuhan mendesak. Seperti ketidaktahuan akan pondasi rumah atau menjual kambing hamil. Dalam kondisi demikian jual beli itu sah. Karena pondasi itu terikut dalam sebuah rumah. Demikian juga janin dalam kam-bing hamil. Kebutuhan dalam hal ini amat mendesak, karena tidak mungkin melihat kedua hal tersebut.
Mengenai haramnya jual beli an-Najsy, adalah hadits Ibnu Umar berkata, "Nabi a melarang najsyi," disebutkan oleh Ibnu Abi Aufa, "Orang yang melakukan najsy adalah pemakan riba yang curang."
Sementara mengenai diharamkannya seseorang menjual ba-rang dalam yang masih dalam proses jual beli dengan orang lain agar tidak melukai hatinya, disebutkan dalam hadits Ibnu Umar bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
لاَ يَبِعْ بَعْضُكُمْ عَلىَ بَيْعِ بَعْض
"Janganlah sebagian di antara kalian menjual sesuatu yang masih dalam proses jual beli dengan orang lain.”
Dalam riwayat lain disebutkan:
لاَ يَبِعْ الرَّجُلُ عَلىَ بَيْعِ أَخِيْهِ، وَلاَ يَخْطُبْ عَلىَ خِطْبَةِ أَخِيْهِ، إِلاَّ أَنْ يَأْذَنَ لَهُ
"Janganlah salah seorang di antara kalian menjual sesuatu yang masih dalam proses jual beli dengan orang lain. Dan janganlah salah seorang di antara kalian meminang wanita yang masih di bawah pinangan orang lain, kecuali ia diizinkan."
Sementara diharamkannya menimbun adalah disebutkan dalam hadits Ma'mar bin Abdullah, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
لاَ يَحْتَكِرُ إِلاَّ خَاطِئٌ
"Tidak ada yang menimbun kecuali ahli maksiat,"
Yang dimaksud dengan ihtikar adalah membeli komoditi di saat harganya mahal, lalu menyimpannya hingga harganya semakin mahal sementara orang-orang amat membutuhkan komoditi tersebut.
Hikmah diharamkannya ihtikar adalah sebagai upaya mencegah bahaya yang menimpa masyarakat umum.
Termasuk di antara sikap buruk yang nekat ketika seseorang memakan harta orang lain dengan cara haram dengan menggu-nakan sumpah palsu. Itu diisyaratkan oleh hadits Abu Umamah, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
مَنِ اقْتَطَعَ حَقَّ امْرِئٍ مُسْلِمٍ بِيَمِيْنِهِ فَقَدْ أَوْجَبَ اللهُ لَهُ النَّارَ وَحَرَّمَ عَلَيْهِ اْلجَنَّةَ، فَقَالَ لَهُ رَجُلٌ: وَإِنْ كَانَ شَيْئاً يَسِيْراً يَا رَسُوْلَ اللهِ؟ قَالَ: وَإِنْ قَضِيْباً مِنْ أَرَاكٍ
"Barangsiapa yang merebut hak seorang muslim dengan sumpah (palsu)nya, pasti Allah akan menjebloskannya ke dalam Neraka dan mengharamkannya masuk Surga." Ada seorang Sahabat ber-tanya, "Meskipun hanya sesuatu yang sepele wahai Rasulullah?" Beliau menjawab: "Ya, meskipun hanya sebatang kayu arak.”
Diriwayatkan oleh Muslim dari Mas'ud bahwa ia pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
مَنْ حَلَفَ عَلىَ مَالِ امْرِئٍ مُسْلِمٍ بِغَيْرِ حَقٍّ لَقِيَ اللهَ وَهُوَ عَلَيْهِ غَضْبَانٌ
"Barangsiapa bersumpah untuk mendapatkan harta seorang mus-lim dengan cara haram, ia akan bertemu dengan Allah dan Allah dalam keadaan murka kepadanya."
oleh : Prof.Dr.Abdullah al-Mushlih & prof.Dr.Shalah ash-Shawi
Subscribe to Posts [Atom]